Langsung ke konten utama
Berawal Dari Sebuah Mimpi

Dinginnya salju membangunkanku
dari tidur lelapku. Pagi itu pukul 6, langit masih terlihat gelap, berbeda
dengan di Indonesia. Di Indonesia pada pukul 6 pagi matahari sudah menampakkan
sinarnya secara malu-malu. Aku segera beranjak dari tempat tidurku dan langsung
sholat subuh. Di Negri kincir angin ini aku menimba ilmu. Negri yang makmur
dengan keindahan bunga tulipnya yang menawan, membuatku semakin betah untuk
tingggal disini. Tapi tak terasa sudah 6 tahun aku berada disini.
***
Shafeea Nevertari, itu adalah
nama terbaik yang diberikan mama tercinta. Kata mama disaat beliau hamil,
beliau suka sekali dengan suara Indah Nevertari bahkan setiap ia mengadakan
konser pasti Mamaku selalu datang untuk melihatnya. Oleh karena itu nama
belakangku Nevertari yang artinya matahari yang terbit dari laut. Nama yang
begitu indah kurasa mungkin karena pemberian dari mama tercinta. Tapi sayang
beliau tidak tinggal bersamaku disini untuk sementara waktu karena aku harus
melanjutkan studiku disini. Aku sangat rindu padanya, tak terdengar lagi
ocehannya yang selalu saja menyuruhku kesana kemari. Walaupun mama jauh dariku,
tetapi dihatiku selalu tersimpan namanya.
***
Aku sangat bangga sekali bisa melanjutkan kuliahku disini. Itu semua berkat beasiswa, doa dan dukungan dari orang-orang terdekatku. Kebetulan alm. Papaku adalah seorang Pegawai Negri Sipil. Mamaku selain menerima
gaji pensiunan papa, beliau juga membuka usaha jahitan baju dan lumayan banyak
pelanggannya, sehingga sebagian uang hasil menjahit mamaku sisihkan untuk
ditabung. Menjalani hidup di Negri orang memanglah tidak mudah. Apalagi
mayoritas penduduk disini bukanlah beragama Islam. Aku adalah anak tunggal. Papaku telah tiada semenjak aku berusia 15 tahun. Papa meninggalkanku dan
mamaku 7 tahun lamanya, karena serangan jantung. Sudah 7 tahun lamanya aku
merindukan sosok beliau. Tak ada lagi canda tawa yang selalu hadir dalam sisa
umurku ini. Kalau saja papa cerita tentang penyakitnya. Aku tak akan mengelak
dari nasihatnya.
“ Feeaaa... kamu kan pengen banget kuliah di Bel anda, nih
papa punya linknya untuk kamu belajar Bahasa Belanda.”
“ Ahh .. Fea lagi males pa, lagian juga Cuma sekedar suka
sama negara Belanda aja pa mana mungkin aku bisa sekolah disana, kan sekolah
disana mahal pa, jauh lagi, ah itu mah Cuma mimpi Fea aja pa.”
“Kamu kok ngomongnya begitu, padahal diSholat papa, papa
selalu saja mendoakan yang terbaik untuk kamu”
Aku tak akan pernah melupakan kejadian itu. Satu episode
hidup yang menyayat batinku. Aku tidak tahu sampai kapan peristiwa terakhir aku
menolak tawaran dari papa itu terlupakan. Yang aku pikirkan saat ini adalah
bagaimana cara membahagiakan beliau. Hanya doa yang dapat ku panjatkan dalam
sholatku. Aku berhenti dai pengembaraan panjang memutar waktu ke masa lalu. Tak
terasa air mataku meleleh pelan. Pipiku basah sebasah hatiku. Aku tak mau larut
dalam kesedihan. Kualihkan mata dan pikiran menuju jendela dunia.
***
Pagi itu tepat pukul 07:30 pagi, seperti biasa aku harus berangkat ke kampus. Kampusku terletak di ibu kota Belanda yaitu Amsterdam University. Jarak antara kampus dan apartemenku tidak begitu jauh, hanya menempuh sekitar setengah jam perjalanan dengan menggunakan bis. Biaya hidupku disini semunya ditanggung oleh pemerintah karena beasiswa yang ku raih. Meskipun demikian mamaku setiap bulannya juga mentransfer uang untuk menambah uang sakuku. Jadiaku harus bisa memanfaatkan semua ni dengan sebaik-baiknya. Aku mengambil jurusan Ilmu Kedokteran disini, karena memang dari dulu cita-citaku ingin menjadi dokter.
***
Dikampus, aku adalah satu - satunya mahsiswa yang berasal dari Indonesia. Walaupun demikian semua teman-teman dikampusku tidak membeda-bedakan teman. Aku mempunyai banyak teman disini, beberapa diantaranya adalah Peter, Jeane dan Alexandra. Mereka adalah sahabatku semenjak aku berada disini. Diperjalanan Menuju kampus aku manfaatkan untuk membaca buku. Pola pikir penduduk disini memang lebih maju dibandingkan dengan cara berfikirnya orang Indonesia yang terkesan lebih santai. Aku pun sedikit demi sedikit mulai bisa menyesuaikan diri disini.Orang - orang disini sangat menghargai waktu, hal itu sangat berdampak positif bagiku. Disaat aku sedang asyik membaca buku, tiba tiba ...."BRAAAAAKKKKKKKKKK....... !!!" semua orang berteriak dan tiba tiba gelapp, aku sudah tidak ingat apa - apa lagi.
***
Aku membuka mata, aku melihat jaum jam menunjukkan pukul 07:15. Aku melihat sekelilingku, tapi kepalaku terasa berat dan pusing sekali, dan ketika aku memegang kepalaku ternyata kepalaku diperban. Setelah aku berpikir sejenak ternyata aku berada di Rumah Sakit.Aku bingung mengapa aku bisa terbaring di Rumah Sakit. Setelah beberapa saat kemuddian, seorang suster masuk ke kamarku dan aku langsung bertanya kepadanya.
"wat is er gebeurd zussen?" (apa yanng terjadi suster?)
"de bus die u crashte, zijn er een aantal slachtoffers die overleden en je bent de gelukkige overlevenden". (bis yang kamu tumpangi mengalami kecelakaan, sebagian korban ada yang meninggal dunia dan beruntungnya kamu adalah korban yang selamat)
Suster itu pun menjelaskan semuanya kepadaku. Disaat kecelakaan itu terjadi Ambulan segera datang ke tempat kejadian dan melarikan korban ke Rumah Sakit. Polisi pun menjelaskan bahwa bis yang aku tumpangi tergelincir oleh licinnya jalan yang tertutup oleh salju dan akhirnya terguling. Suster juga berkata padaku, ternyata aku tak sadarkan diri selama 24 jam. Tapi alhamdulillah aku telah sadar Aku sangat bersyukur kepada Allah Swt karena aku bisa selamat dari kejadian ini. Aku tidak bisa membayangkan seandainya nyawaku harus berakhir disini. Tetapi disisi lain aku sangat bingung bagaimana cara membayar biaya Rumah Sakit, uang yang belum lama mama kirim kepadaku sementara aku pakai untuk membayar Baya Rumah Sakit selama 3 hari. Itu adalah uang sakuku selama 1 bulan. Akhirnya 3 hari kemudian aku diperbolehkan pulang oleh pihak Rumah Sakit.
***
Setelah pulang dari Rumah Sakit aku berpikir apakah aku harus memberitahukan kejadian ini kepada keluargaku atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk memberitahkan kejadian ini kepada keluargaku di Indonesia. Tapi ternyata tanteku memberi kabar tidak baik juga kepadaku, ternyata semingu sebelum aku mengalami kecelakaan, mamaku dilarikan Ke Rumah Sakit akibat penyakit ginjal. Mama merahasiakan penyakitnya itu kepadaku, karena mama tidak mau membuat aku sedih.
***
Semenjak kecelakaan itu aku mulai berpikir bagaimana caranya bisa bertahan hidup sambil kuliah, karena aku tidak mungkin hanya mengandalkan kiriman dari mamaku saja. karena mamaku pun harus rutin cuci darah. Sehingga aku harus berpikir keras bagaimana supaya aku bisa bekerja dan mendapatkan uang. Akhirnya aku mencari kesana - kemari untuk mendapatkan pekerjaan. Akhirnya aku menemukan lowongan kerja disebuah resrtoran di Amsterdam sebagai pramu saji. Disinilah aku mulai sadar ternyata mencari uang itu tidaklah mudah yang aku pikirkan. Aku pun harus pintar berhemat karena uang yang mamaku kirim sekarang jumlahnya sedikit berkurang. Disitulah kesabaranku sedang diuji.
***
1 TAHUN KEMUDIAN
Ini saatnya yang dinanti - nantikan oleh para mahasiswa yaitu masa pelaksanaan wisuda. aku memberi kabar kepada keluargaku di Indonesia. Semua keluargaku merasa gembira bercampur sedih terutama mamaku, karena tidak bisa menyaksikan acara wisudaku secara langsung. Aku lulus dengan nilai yang memuaskan dengan gelar seorang Dokter. Perasaanku pun haru biru, ternyata aku bisa mewujudkan mimpiku walaupun dengan sudah payah. Setelah acara wisuda selesai. Aku berfoto - foto dengan temanku di area taman kampus. Aku duduk di kursi taman sambil menatap langit, aku berkata dalam hati " "Terimakasih untuk semuanya mah, pah, berkat doa dan dukungan kalian mimpiku bisa jadi nyata, bisa menjadi Sarjana diNegri Impianku ini".
Komentar
Posting Komentar